Wafa tersadar dari tidur panjang nya. Mungkin sebenarnya tak panjang, hanya terlambat saja. Mulai membuka laptop dan berfikir. Apa yang harus di tulis?. Pertanyaan itu mulai membuat bingung dan kebingunan itu membuat semakin binung. Jadi, wafa binung karena dia bungung. Lalu ingat kata kang pidi -- tulis saja. Lalu wafa mulai menulis kata pertama yaitu namanya sendiri.
Mulai muncul ide-ide di dalam fikiran wafa. Kata demi kata mulai di rangkai dan di munculkan dalam tulisan. Tak banyak, hanya segelintir kata-kata saja, lalu muncul kata-kata lain setelah menulis kata itu. Mungkin tak akan putus jika di teruskan. Kata-kata air yang muncul dari mata air fikiran.
Menulis memang sangat menyenangkan. Terkadang, wafa seperti keluar dari dunia fisik dan membuat waktu berjalan dengan kecepatan berbeda di kedua dunia. Sepertinya baru beberapa menit saja, tapi dalam dunia fisik waktu sudah hampir menempuh satu jam. Kembali lagi ke dalam dunia fisik adalah cara yang mudah. Wafa hanya perlu mengintip jam di pokok kiri bawah layar laptop.
Melihat waktu di sudut sana, seketika membuat wafa tersadar dan harus menjalani rutinitasnya -- selain masuk ke dalam dunia fiksi dalam fikirannya. Sepertinya hampir terlambat, wafa mulai mengambil celana panjang dan baju berkerah. Sambil turun ke lantai bawah, tak lupa wafa memesan ojek online untuk berangkat ke kampus. Memakai sepatu pergi ke jalan lalu berdiri tegap menanti mamang ojol.
Perjalan ke kampus sepertinya tidak menarik dan tak perlu di ceritakan. Wafa hanya sedikit memberi arahan untuk sampai ke kampus. Wafa masuk ruangan ketika bapak dosen mulai menyalakan laptop untuk memulai pembelajaran. Wafa mengikuti perkuliahan sambil melihat laptop yang layarnya bisa berganti seketika saat dosen mendekat.
Berakhir, rasa lapar melanda. Wafa berjalan ke kantin lalu memesan sebuah masakan. Tumis daun pepaya dan sosis santan menjadi pilihan wafa kali ini. Terlihat sederhana, tapi rasanya sangat enak. Entah karena lapar karna dari pagi tak makan atau karena bumbunya -- hujan dari tadi tengah hari.Setelah selesai, wafa pergi ke perpustakaan untuk di usir dari ruang yang penuh buku-buku itu karena sudah mau tutup. Sudahlah, wafa hanya berdiam di gazebo jurusan sebalah sambil menunggu hujan reda sampai senja yang tak terlihat. Tergeletak di sana sambil melihat atas -- tetesan air seperti menyerangmu.
Di Ujung Sana |
Mulai muncul ide-ide di dalam fikiran wafa. Kata demi kata mulai di rangkai dan di munculkan dalam tulisan. Tak banyak, hanya segelintir kata-kata saja, lalu muncul kata-kata lain setelah menulis kata itu. Mungkin tak akan putus jika di teruskan. Kata-kata air yang muncul dari mata air fikiran.
Menulis memang sangat menyenangkan. Terkadang, wafa seperti keluar dari dunia fisik dan membuat waktu berjalan dengan kecepatan berbeda di kedua dunia. Sepertinya baru beberapa menit saja, tapi dalam dunia fisik waktu sudah hampir menempuh satu jam. Kembali lagi ke dalam dunia fisik adalah cara yang mudah. Wafa hanya perlu mengintip jam di pokok kiri bawah layar laptop.
Melihat waktu di sudut sana, seketika membuat wafa tersadar dan harus menjalani rutinitasnya -- selain masuk ke dalam dunia fiksi dalam fikirannya. Sepertinya hampir terlambat, wafa mulai mengambil celana panjang dan baju berkerah. Sambil turun ke lantai bawah, tak lupa wafa memesan ojek online untuk berangkat ke kampus. Memakai sepatu pergi ke jalan lalu berdiri tegap menanti mamang ojol.
Perjalan ke kampus sepertinya tidak menarik dan tak perlu di ceritakan. Wafa hanya sedikit memberi arahan untuk sampai ke kampus. Wafa masuk ruangan ketika bapak dosen mulai menyalakan laptop untuk memulai pembelajaran. Wafa mengikuti perkuliahan sambil melihat laptop yang layarnya bisa berganti seketika saat dosen mendekat.
Jalan Ini |
Berakhir, rasa lapar melanda. Wafa berjalan ke kantin lalu memesan sebuah masakan. Tumis daun pepaya dan sosis santan menjadi pilihan wafa kali ini. Terlihat sederhana, tapi rasanya sangat enak. Entah karena lapar karna dari pagi tak makan atau karena bumbunya -- hujan dari tadi tengah hari.Setelah selesai, wafa pergi ke perpustakaan untuk di usir dari ruang yang penuh buku-buku itu karena sudah mau tutup. Sudahlah, wafa hanya berdiam di gazebo jurusan sebalah sambil menunggu hujan reda sampai senja yang tak terlihat. Tergeletak di sana sambil melihat atas -- tetesan air seperti menyerangmu.
***
Gelap datang, titik-titik air tetap turun.
Aku hanya melihat remang-remang.
Semua orang pun sudah menjauh.
Karena mendambakan hangatnya kasur kosan
Kemudian, aku memutuskan untuk mulai melangkah
Melangkah di pinggiran jalan
Jalan yang sering kulalui di kala siang.
Jalan itu, didepan rumah sakit dan akan selalu ku ingat.
Langkahku kali ini berbeda,
Langkah yang dingin dan di gelap yang semakin gelap
Sorotan lampu kendaraan yang menerangi jalanku.
Tak sempat berfoto apalagi menari
Tak terasa aku sampai di mesin penyimpan uang
Berharap tiap lembar uang didalamnya adalah milikku
Seperti yang ku duga sebelumnya
Semua itu salah.
Aku hanya terus berjalan
Melewati jalan-jalan yang sama.
Ditemani rintik hujan
Sendiri, berjalan di keheningan ramai.
***
Setelah sampai di kosan, wafa mulai melihat kartu-kartu bergambar. Kartu-kartu itu dapat menghilangkan sedikit lelah ini. Tertawa adalah kuncinya, seketika sakit dan lelah pun hilang.
Sampai berangsur-angsur muncul kembali -- ditambah lagu fiersa besari.
Lalu wafa teringat itu semua. Mulai memasuk ke dalam dunia fiksinya lagi dan mulai menekan kotak-kotak berjejer rapi sambil menatap layar dengan garis kedap-kedip.
Sampailah tengah malam di tanggal yang berbeda. Sepertinya sulit mengembalikan hal itu -- tidur dan bangun di hari yang berbeda.
Komentar
Posting Komentar